Laman

Pertanyaan Pertama


Sebelum yang tergelap datang
Siapkan api untuk membakar diri
Setiap yang berjatuhan
Selalu ada jiwa yang dihidupkan
Mahkota kepemimpinan sejati
Adalah waridan kepada sang emas
Kerapuhan jiwa yang sesat
Akan menjadi santapan yang liar
Tak terkendali bukanlah ancaman
Yang berlari seakan sulit dicari
Segala disisimu akan lenyap seketika
Saat dirimu menyadari hanya dirimu sendiri
Kepada siapa kau bertanya
Adalah pertanyaan pertama sebelum lainnya

Secangkir Kopi


Sandarkan letihmu di singgasana
Kemasi dulu semua masalah duniamu
Dia yang belum kau mengerti
Buatlah tembok pembatas untuk mengatasinya
Pecahkan semua rasa burukmu
Kristalkan menjadi rasa semu menghanyutkan
Menarik nafas dalam
Untuk mendapatkan udara lebih
Sehingga apa yang kau sebut masalah
Akan menghilang segera
Buat pikiranmu selalu terjaga
Engkau bersandar lalu terhanyut
Terhanyut dalam alunan angan tanpa batas
Tiada tara santainya
Sambil menyisihkan waktu
Untuk merenungi hidup yang letih
Mengobati luka dihati
Dan membangkitkan pikiran yang mati
Hanya dengan secangkir kopi
Untuk jiwa yang terengap

Kepada”Nya”


Kepada bunga musim semi yang tertutup salju
Dari yang semula tiada sampai menggila
Terasa semu tapi pasti adanya
Kepada mata itu aku menyerah
Bagai melihat kilauan tak tergantikan
Kepada sang waktu aku memohon
Saat itu agar diberhentikan sejenak
Ku buta dialam dunia ini
Secercah cahaya itulah menyadarkanku
Bahwa ada api lain yang kupunya
Terima kasih telah hadir
Walau hanya sebatas kenal bagimu
Lebih dari sekedar terima kasih ku ucapkan
Dari ku,… untuk mu
Walau tak kau dengar kuharap tersampaikan

Ruang Dunia


Saat berbilang jangan sampai salah
Saat berkata jangan sampai terhilang
Mulutmu adalah kepercayaan untuk mu
Kasta tertinggi akan kau dapatkan
Penyakitmu bukanlah satu-satunya penghalang
Karena pagar besi lain banyak menanti
Itu tergantung ruang mana yang kau cari
Incaranmu akan menghilang
Tapi percayalah pada tempatmu sekarang
Adalah yang merupakan terbaik untukmu
Kau butuh lebih dari materi untuk melewatinya
Kau butuh lebih dari yakin untuk memulainya
Karena penentuan adalah yang menentukan
Kau layak tidaknya

Per-maaf-an


Sesuatu yang sudah pasti
Mentari terbit dari sebelah timur
Keramaian lalu lalang juga sudah pasti adanya
Tuk mencari botol lama yang telah usang
Butuh waktu untuk masuk zona memori
Kesalahan serta sesal yang kutemukan
Sedari dulu tak kusadari
Sadar baru sadar sudah jadi abu
Terbayang akan kemana larinya ini
Menjauh dari keramaian
Lalu merenung sejenak
Ku telaah, maafmu yang kutuju
Segala bodohku
Yang tercatat dalam buku memori

Diam Bersuara


Ketika hati yang terdiam
Mulut mudah untuk bernada
Ketika hati sedang membutuhkannya
Mulut akan membeku biru
Seakan saat ini diam pun dibayar
Niat yang tak bertemu jalannya
Maaf untuk kalimat yang selalu kuhapus
Itu demi kelayakanku saat terpejam
Karena saat terbaik adalah saat terpejam

Adilkah


Diam ku sunyimu
Sapa ku sampah bagimu
Kemarin sekarang nanti
Sudah tak berarti
Mamang butuh berlian
Untuk memotong kerasnya baja
Besi usang berkarat
Harus segera diganti
Lembar demi lembar terbuka
Sayatan hati terus terjadi
Adilkah untuk yang menjerit senyap
Untuk yang menitih ini
Ini memang selalu tak adil
Mulut yang terkatup terasa
Untuk membeli waktu yang terbunuh
Dan membunuh yang terbuang

Karena Ini Cerita


Saja engkau berjalan dengan waktumu
Kerapuhanku yang selalu kusalahkan
Raga terasa sia apapun berbuat
Lelah sudah resiko
Tapi sakit tak ada jaminannya
Kuabaikan ini secara terhormat
Untuk percaya akan hari esok dengan kisahnya
Yang lalu sudah jadi abu
Demi perbaikan kenangan kehidupan
Jalan cerita harus berubah
Boleh ini kusimpan,dan kujaga
Sampai suatu hari nanti kukeluarkan

Sejarah


 Luangkan waktu sejenak
Untuk membuka memori waktu
Melakukan perjalanan di samudra waktu
Untuk menoleh kebelakan sesaat
Melihat perbuatan masa lalu tanpa buat
Menjadi sejarah yang membatu di ingatan
Walaupun tiada yang bagus
Penuh sesak dan sesal
Tapi itu lah diri kita
Ambilah puing masa lalu itu
Untuk perbandingan di masa depan
Sebagai bentuk penghargaan kepada diri sendiri

Tiada


Tiada waktu lagi sepertinya
Telah habis penantian tanpa kesudahan
Habis sudah peruntukkan tak bergunaku
Sekarang harus lebih dari berlari
Karena jika berhenti 1 waktu disini
Akan tertinggal 1 masa lamanya
Kesudahan yang tak berguna
Sebagai tumpuan untuk melesat
Bagai komet super cepat nankuat
Anak panah ku akan ku lepaskan
Karena tak ada lagi waktu untuk mencari

Sunyi


Diam bukan berarti tak bersuara
Langkah mu tak perlu didengar
Hiraukan segala lolongan itu
Cukup dengarkan apa kata mimpimu
Segala upayamu akan menjadi debu
Jika kau sia-siakan asa mu
Tak perlu berpaling tak perlu menengok
Sang maha guru telah mengajarkanmu
Untuk terus berfikir untuk terus melangkah
Tak usah jadi masalah walau kau hanya sendiri
Karena sebenarnya kesunyian ada didekatmu

Tak Terlihat

Ini baru lemparan kecil
Goresan yang ada tak seberapa
Masih banyak goresan parah
Yang tak pernah kau rasakan
Bahkan kau bayangkan
Hari esok masih menanti
Dan jalan masih harus dititi
Singgahsana sang raja belum terisi
Hanya si pemburu siang
Dan penakluk malam yang pas untuk itu
Kau yang luka saja tidak tapi sudah mengeluh
Takkan pernah pantas untuk hal besar itu
Jangan pernah berniat lari
Takkan ada yang menghargai jikalau berbuat begitu
Karena pengakuan atas kesalahan akan jauh lebih baik
Pengerbanan putih mu takkan disiakan
Untuk yang didepanmu dan yang tak terlihat

Prahara Harap


Salahkah jika hanya berharap
Daya khayal yang selalu menjadi sandaran
Tahu waktu tak akan berarti
Sayangnya jarak terus menjauh
Yang mengemuruhkan hati
Mengkeruhkan isi jiwa pikiran
Bersatunya alam jagat dalam kepala
Seolah membuat diri hilang langkah
Tak tentu arah bahkan tanpa arah
Raja siang dan ratu malam yang dihiraukan
Walau lelap sudah pasti ada
Berharap harapan akan selalu ada
Menghidupi ranting yang telah lama kering
Dan pemandu untuk yang tersesat

Kubilang Warna...


Saat kuminta warna
Jangan kau beri hitam mu
Hitam bukan warna, dia tuli dan bisu
Tanpa harus meminta
Kuharap kau sudah memberi tandanya
Lain orang pasti lain tanda
Jika aku menunggu terdiam
Kalau engkau entah apa aku tak tahu
Dari rupa bisa jadi rasa
Dari rasa bisa jadi warna
Butuh komposisi tepat
Untuk membuat warna nampak indah
Dan hitammu merusak itu
Lain perkara lain pula pengadilannya
Lain orang lain pula warnanya
Jika aku putih dan polos
Aku harap engkau dapat memberinya
Memberinya setetes warna penyejuk
Untuk menghiasinya walau hanya dimalam